Jumat, 20 April 2012
bab 1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Masalah
Makan dan minum adalah kebutuhan dasar manusia di manapun mereka berada. Dalam masyarakat tradisional, makan dan minum lebih untuk memenuhi kebutuhan tubuh dari rasa lapar dan haus. Mereka mencari bahan-bahan makanan dan minuman yang telah disediakan oleh alam, baik berupa binatang buruan atau tanaman. Dengan teknik pengolahan dan bumbu-bumbu yang masih sangat sederhana, mereka menyajikan makanan dan minuman untuk anggota keluarga atau anggota komunitas mereka. Pengetahuan mengenai kandungan gizi dan vitamin yang terkandung dalam bahan makanan, teknik memasak yang bisa membuat rasa makanan dan minuman menjadi lezat dan cara penyajian yang menarik belum berkembang dengan baik.
Berbeda halnya dengan masyarakat moderen di mana urusan makan dan minum tidak hanya semata-mata untuk menghilangkan rasa lapar dan dahaga. Masyarakat moderen telah memberikan nilai lebih pada makanan dan minuman selain untuk memenuhi kebutuhan tubuh tetapi juga sebagai bagian dari gaya hidup (life style). Seiring dengan itu, berkembang pula ilmu membuat dan menyajikan makanan dan minuman (culinary) untuk memenuhi kebutuhan manusia moderen yang suka mencari hiburan di luar rumah bersama anggota keluarga dengan cara makan-makan di luar (dining out) , menjamu tamu atau relasi, baik dalam bentuk jamuan di rumah atau di tempat-tempat makan khusus yang kemudian dikenal sebagai rumah makan atau restoran.
Karena menjadi bagian tak terpisahkan dari kebutuhan dasar manusia, banyak orang meyakini bahwa bisnis makanan dan minuman tak akan pernah mati. Selagi manusia masih tinggal di muka bumi, mereka akan tetap membutuhkan makanan dan minuman. Dalam kondisi damai atau perang, dalam kondisi ekonomi suatu negara sedang baik atau tengah terkena krisis / resesi, semua orang tak akan melupakan makan dan minum. Karena itu, bisnis ini termasuk kebal krisis (recession proof).
Hal ini bisa ditunjukkan ketika Indonesia ditimpa krisis ekonomi yang sangat serius pada tahun 1997/1998, bisnis makanan dan minuman justru tumbuh pesat. Di Jakarta dan di berbagai kota besar muncul pusat-pusat jajanan yang dibuka oleh para pengusaha dadakan, yaitu para pekerja atau karyawan yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karena tempat kerjanya tutup atau bangkrut karena terkena krisis ekonomi yang dipicu oleh krisis moneter.
Memasuki tahun 2000-an, bisnis makanan dan minuman di Indonesia semakin tumbuh pesat. Selain didorong oleh pertumbuhan ekonomi yang cukup bagus dan stabil , bisnis ini juga didorong oleh perkembangan selera konsumen. Iklim usaha rumah makan atau restoran yang sangat bagus ini dipengaruhi oleh beberapa factor. Pertama, memasuki era 2000-an liputan media massa, baik cetak dan elektronik terhadap dunia kuliner sangat pesat. Saat ini hampir semua stasiun TV, media cetak dan media online porsi pemberitaan atau tayangan yang cukup banyak mengenai dunia kuliner. Bahkan di media cetak ada media yang mempunyai spesifikasi khusus memuat berbagai hal mengenai dunia kuliner.
Kedua, sebagaimana telah disinggung di atas, dunia kuliner telah berkembang sebagai bagian dari gaya hidup (life style) manusia moderen. Maka berkembang semboyan YOU ARE WHAT YOU EAT. Apa yang Anda makan, menunjukkan siapa jati diri Anda dan mencerminkan citra dan status Anda di msyarakat. Banyak keluarga kelas menengah ke atas yang menyisihkan anggaran khusus yang dialokasikan untuk aktivitas makan-makan di luar bersama keluarga. Jika di waktu lalu pembicaraan-pembicaraan bisnis lebih banyak dilakukan di kantor, saat ini sudah umum jika pembicaraan bisnis antara satu orang dengan relasi atau mitra bisnisnya dilakukan di restoran atau tempat makan. Banyak pusat perbelanjaan atau mal yang di waktu lalu menempatkan tempat makan (food court) di tempat yang kurang strategis, saat ini banyak mal menengah ke atas yang menempatkan tempat makan di posisi yang sangat strategis dan didisain secara eksklusif. Hal itu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan tempat makan yang nyaman dan menyajikan menu-menu yang enak dan variatif. Ketiga, sebagian masyarakat menilai bahwa bisnis kuliner telah berkembang menjadi bagian dari ekonomi kreatif yang mendapat dukungan berupa iklim usaha dan berbagai macam aturan yang kondusif untuk tumbuh dan berkembangnya bisnis ini. Sebagai bagian dari ekonomi kreatif, dunia kuliner telah berkembang sedemikian pesat dalam hal penciptaan aneka menu makanan dan minuman baru, teknik-teknik penyajian yang baru dan sebagainya.
Tak bisa dimungkiri bahwa usaha rumah makan, restoran atau kafe telah berkembang pesat di Indonesia dalam kurun 20 tahun belakangan ini. Di kota-kota besar selain banyak berdiri restoran yang dimiliki oleh pengusaha lokal dan nasional, belakangan juga banyak berdiri restoran yang menjadi cabang atau bagian dari jaringan restoran asing. Menurut data dari situs binaukm.com, jumlah restoran atau rumah makan di Indonesia pada tahun 2011 ini telah mencapai sekitar 250.000 unit. Dari jumlah tersebut, hanya sekitar 36.000 yang berbentuk badan hokum. Dari jumlah itu, hanya sekitar 10.000 yang masuk kategori usaha restoran yang mapan dan kuat. (binaukm.com).
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar